THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES ?

Minggu, 19 April 2009

SMAJA Peduli Banjir Widang

Musibah tak henti-hentinya menerpa bumi pertiwi ini. Mulai dari gempa bumi, tanah longsor hingga banjir. Setelah daerah-daerah di Indonesia yang lain. Kali ini musibah besar telah mengganggu kedamaian bumi Ronggolawe kita ini, tepatnya di Kecamatan Widang.

Banjir itu tentu saja merusak rumah dan sawah mereka. Untuk itu bantuan dan uluran tangan kita lah yang mampu meringankan beban mereka karena banjir. Pada tanggal 22 Januari 2007 yang lalu SMA N I Jatirogo pergi ke Kecamatan Widang untuk memberi sedikit bantuan. Bantuan tersebut diperoleh dari sumbangan suka rela dari seluruh warga SMA N I Jatirogo. Uang yang terkumpul dari kegiatan tersebut sebanyak Rp 1.213.000,00 dan disalurkan ke Kecamatan Widang berupa beras dan mie instan.

Kunjungan SMA N I Jatirogo di Kecamatan Widang diwakili oleh perwakilan dan organisasi-organisasi yang ada di sekolah, diantaranya OSIS, ESENSI (EKSTRA SENI MUSIK), Dewan Ambalan, Gesmaja (Gema Siswa SMA N I Jatirogo), dan MPK. Rombongan di terima dengan baik oleh Bapak Camat Widang dan disambut ucapan terima kasih yang mendalam.

Walaupun bantuan yang diberikan tidak seberapa. Semoga keikhlasan warga SMA NI Jatirogo dapat membantu meringankan beban mereka karena banjir saat itu.

PERSAMI SMAJA

Mungkin kata "PRAMUKA" sudah tak asing lagi di telinga kita. Ekstrakurikuler yang diwajibkan bagi kelas X ini, tanggal 24-25 November 2007 yang lalu mengadakan Persami di SMAJA ( SMA Negeri I Jatirogo. Setiap tahun pramuka di SMAJA selalu mengadakan kegiatan perkemahan setelah menghadapi ujian akhir semester 1. Sabtu, sekitar pukul 10.00 WIB seluruh peserta persami berkumpul di lapangan untuk cek peralatan dan mendirikan tenda, termasuk saya sendiri yang saat itu masih kelas X.

Upacara pembukaan pun dimulai yang langsung dipimpin oleh Ketum DA SMAJA SAAT ITU, kak Supri. Acara dilanjutkan dengan makan siang dan diteruskan PBB. Kami diberi waktu hanya 5 menit saja. Ada kejadian lucu sekaligus bisa dibilang tragis terjadi saat itu. Mengapa demikian? Waktu itu teman saya yang bernama Rena dari sangga lainnya, tidak sengaja minum minyak tanah. Bermula dari temannya yang menaruh botol Aqua yang berisi minyak tanah disebelah botol air minum lainnya. Rena yang sudah buru-buru karena sereten langsung meminumnya tanpa pikir panjang, apalagi diluar kakak-kakak DA sudah menghitung 1.......,2........,3.......tanda kami harus segera berkumpul di lapangan untuk PBB. Ia sama sekali tidak tahu bahwa yang diminumnya itu adalah minyak tanah. Setelah menegu botol yang berisi minyak tanah itu, ia langsung berteriak kepanasan. Teman-teman yang satu sangga dengannya pun bingung antara mau menolong dan ingin tertawa karena melihat tingkahnya yang seperti naga mau menyemburkan api. Kaka- kakak DA segera menuju tendanya setelah mendapat laporan dari teman yang satu sangga dengan Rena. Segera salah satu dari kakak DA dengan ditemani olah guru pembimbing mengantarnya ke Puskesmas terdekat yang ada di desa Sugihan.

Sekitar pukul 19.00 WIB acara yang ditunggu-tunggu oleh semua peserta pun dimulai, diawali dari upacara api unggun dan pembacaan dasa dharma. Api unggun pun menyala, diiringi band SMAJA tercinta, malampun semakin menyenangkan. Ada juga pentas seni dari setiap sangga yang memamerkan kehebatan mereka, seperti nyanyi, baca puisi, atau juga dance. Seru banget kan....... Malampun semakin larut sekitar pukul 23.00 WIB acara dihentikan dan dengan istirahat malam, tidur neeechhh!!!!!Pukul 02.00 WIB kakak-kakak DA membangunkan kami semua untuk mengikuti jelajah malam. di sini mental, keberanian,dan kekompakan tim tiap sangga diuji. Jelajah malam selesai pukul 04.00 WIB.

Matahari menyinsing di ufuk timur, ayam pun berkokok pertanda pagi telah tiba. Saatnya sholat subuh bagi yang beragama muslim dan dilanjutkan dengan olah raga.Olah raga pagi itu sungguh menyenangkan karena dipimpin langsung oleh DA senior. Pukul 07.00 acara dilanjutkan dengan penjelajahan setelah sarapan dan apel pagi. Rutenya adalah sekitar desa Bader, tapi ada beberapa sangga yang memperhatikan tanda sehingga nyasar sampai ke telkom (wadoh?). Di dalam acara ini penggemblengan mental, fisik, dan kedisplinan diajarkan.

Pukul 12.00 WIB seluruh peserta sampai kembali ke SMAJA, namun tanpa disangka-sangka dan dinyana-nyana ada angin berputar yang membuat tenda sangga 6 -12 putri dengan tanah. Tendaku juga termasuk di dalamnya, sungguh menyedihkan ya....... Tidak hanya itu barang kami pun ikut berterbangan.

Upacara penutupan dimulai pukul 14.00 WIB lalu dilanjutkan dengan sayonara (maaf-maafan). Dan...... Waktunya go home......!!!!!!!! Itulah serunya Persami SMAJA yang ku alami saat kelas X di SMAJA tercinta. Ada pengalaman lucu sekaligus mendebarkan yang telah saya alami. Pokoknya seru abieeeeeesssssss......!!!!!!!!

Jumat, 17 April 2009

Bahasa Jawa

Mengapa di tingkat SMA di Tuban sudah tidak diajarkan pelajaran Bahasa Jawa? Mengapa pelajaran Bahasa Jawa hanya diajarkan di tingkat SD dan SMP saja? Apakah pelajaran Bahasa Jawa sudah tidak penting lagi di kalangan pelajar SMA di Tuban?

Saya pernah bertanya pada teman saya tentang hal ini. Dan ia hanya menjawab, "Kita ini sudah SMA sebentar lagi kuliah dan bekerja. Bahasa yang sering dituntut untuk kita kuasai oleh instansi perusahaan nantinya adalah Bahasa Inggris, Jepang, atau mungkin saja Mandarin bukan Bahasa Jawa". Aku tidak setuju dengan pendapat tersebut, menurutku walau kita sudah bukan anak SD atau SMP lagi kita harus tetap menjunjung tinggi bahasa daerah kita atau istilah Bahasa Jawanya "nguri-uri". Memang banyak pelajar saat ini yang merasa bangga jika ia bisa menguasai bahasa asing dibanding dengan bahasa daerahnya sendiri. Kalau begitu, seberapa besar peranan Bahasa Jawa di dunia pendidikan Tuban?

Saya memiliki Opa (kakek) yang ditugaskan untuk bekerja di luar negeri dan sering berpindah-pindah. Setiap Opa saya berada di suatu negara, beliau selalu ditanyai oleh teman-temannya tentang asal negara dan daerahnya. Opa saya selalu menjawab kalau beliau berasal dari Indonesia. Teman-temannya pasti selalu bertanya lagi seperti ini, "Yang saya ketahui Indonesia itu memiliki berbagai macam bahasa daerah. Apakah kamu masih bisa bahasa daerahmu sendiri?" Tentu saja Opaku tidak akan malu-malu menjawab karena beliau masih bisa bahasa daerahnya, walaupun jarang berada di Indonesia. Teman-temannya selalu tercengang ketika mendengar beliau berbicara menggunakan bahasa daerah, bahkan ada yang meminta untuk diajari.

Maka dari itu, Opa selalu menasehatiku untuk selalu bisa bahasa daerah dimana aku tinggal, karena orang asing di sana sangat tertarik dengan berbagai macam bahasa yang ada di Indonesia. Opa juga pernah bilang, "Kalau kamu tidak bisa bahasa daerahmu sendiri, kamu pasti akan ditertawakan. Karena kamu mengakui kalu kamu Orang Indonesia dan berasal dari suatu daerah di Indonesia, tapi tidak bisa bahasa dari daerahmu sendiri". Aku memang bukan asli warga Tuban, aku pindah saat kelas V SD ke sini. Tapi aku selalu berusaha untuk belajar Bahasa Jawa mulai dari sejak aku pindah hingga saat ini. Walau yang ku bisa baru sedikit, tapi aku senang karena sudah dapat mengerti arti-arti perkataan dalam Bahasa Jawa. Sebelumnya aku sama sekali tidak mengerti jika diajak berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Jawa.

Banyak anak Tuban atau daerah Jawa lainnya yang saat ini tidak menggunakan Bahasa Krama (Bahasa Jawa halus) jika berbicara dengan orang tuanya. Hal ini sungguh tidak sopan. Ibuku pernah berkata, " Kalau kamu belum bisa Bahasa Jawa Krama, bicara dengan Bahasa Indonesia saja kepada orang yang lebih tua, jangan sampai menggunakan Bahasa Jawa Ngoko (Bahasa Jawa yang digunakan untuk berbicara dengan teman sebaya), itu sungguh tidak sopan".

Memang di era globalisasi saat ini kita dituntut untuk bisa bahasa asing, agar tidak tertinggal dengan yang lainnya. Akupun tidak menyalahkan hal tersebut. Hanya saja kalau kita sudah menguasai bahasa asing tersebut, kita tidak boleh melupakan Bahasa Indonesia dan Bahasa daerah kita. Karena hal tersebut menunjukkan jati diri kita sebagai Warga Negara Indonesia.

Menjadi yang Terbesar

Siapa yang tidak ingin terkenal dan menjadi orang hebat dengan seabrek julukan? Kalau kita mengingat kembali masa kampanye yang lalu, yang disusul dengan penetapan daftar caleg, ada berbagai peristiwa yang menarik. Umumnya seseorang mau kampanye karena ingin mendapat kedudukan setelah partainya menang. Penetapan calon legislatif disertai dengan beraneka macam peristiwa sebagai bentuk rebutan kursi. Orang memandang menjadi anggota legislatif adalah kedudukan, maka perlu diperjuangkan sebagaimana jerih payahnya pada waktu kampanye dan waktu-waktu sebelumnya sebagai aktivis partai.

Suatu hal yang membuat saya bertanya dalam hati adalah apakah dari sekian banyaknya partai yang mencalonkan diri itu, yang terpilih nanti dapat membuat Tuban ini maju dalam berbagai bidang dari yang sebelumnya? Bayangkan saja, ada 44 partai yang mencalonkan diri! Begitu banyaknya partai sehingga membuat masyarakat bingung dan pusing mau memilih yang mana. Kertas suara yang lebarnya seperti taplak meja, dengan nama-nama dan foto-foto yang tercantum di dalamya. Hanya membuat pusing nenek-nenek dan kakek-kakek tua yang buta huruf. Siapa toh sebenarnya mereka? Kita juga tidak tahu. Paling-paling hanya keluarga terdekatnya dan tetangganya saja yang mengenalnya.

Saat kampanye berlangsung mereka menjanjikan janji-janji manis hingga membuat banyak orang terbuai dengan janji-janji itu. Apakah yang terpilih nanti diantara mereka yang tengah berkompetisi rebutan kursi itu akan memenuhi janji yang telah ia ucapkan sebelumnya? Ataukah hanya sekedar omong kosong belaka? Setiap warga Tuban yang umurnya sudah mencapai 17 tahun ke atas telah memilih masing-masing partai sesuai dengan kehendak hatinya. Tinggal kita lihat saja, apakah yang sudah terpilih nantinya dapat membuat Tuban ke depan semakin maju.

Walaupun saat ini saya belum memiliki hak pilih, saya ingin yang terpilih nanti dapat membuat pedidikan di Tuban semakin maju, karena saya masih tergolong dalam kaum pelajar. Mau memperhatikan tiap-tiap sekolah yang ada di Kabupaten Tuban hingga yang ada di pelosok desa Kabupaten Tuban. Agar pendidikan di Tuban dapat merata. Karena masih banyak sekolah-sekolah di Tuban yang masih belum lengkap sarana-sarananya untuk menyampaikan pelajarannya secara maksimal. Mohon Tuban lebih mau memperhatikannya agar pendidikan di Tuban ke depan semakin lebih baik dari yang sekarang ini.

Rabu, 15 April 2009

BUMI MENANGIS

kicauan burung tak seindah dulu
tarian daun tak sekencang dulu
hembusan angin tak setenang dulu
getaran gunung tak sesunyi dulu
apakah kalian tak berfikir
begitu bodohnya kalian?
mengubah bumi yang begitu indah
sekarang menjadi begitu tak berdaya
"Siapa yang bertanggung jawab?"
tanya sang bumi
"Aku tak sanggup menampung kalian
aku tak bisa melihat kalian"
ucap sang bumi
bencana yang begitu banyak menimpaku
apa yang diperbuat anak bangsa untukku?
hanya pertunjukkan yang tiada arti
pertunjukkan untuk berlomba-lomba memperkaya diri
pertunjukkan peperangan satu sama lain
tiadakah kalian melihatku seperti ini?
apa yang harus kulakukan untuk menyadarkan kalian?
apakah hanya berharap?
apakah hanya mengeluh?
dan apakah hanya menangis?

Berduka dan Menangis

Apakah Anda pernah mengalami menangis secara diam-diam? Bahwa tidak ada orang yang tahu kesedihan Anda yang tidak kelihatan, sakit hati Anda yang tersembunyi? Tidak ada orang yang mendengar tangisan Anda dalam gelap, tidak ada yang melihat rasa bersalah dan penderitaan Anda, pengkhianatan, kekuatiran yang berlebihan, penderitaan jasmani, pergumulan, dan ketakutan. Setiap hari kita bertemu dengan orang-orang seperti itu, yang memendam semuanya dalam hatinya, yang bangun dan berangkat sekolah atau bekerja untuk membiayai keluarganya. Dan kita lupa bahwa di balik senyum dan keramahan yang dipancarkan di depan umum itu, mereka juga memiliki penderitaan masing-masing. Siapa yang tidak mempunyai rahasia atau beban yang berat dalam hidupnya? Ingatlah! Allah mengetahui semuanya............ Anda tidak menangis sendirian. Tak ada tetesan air mata kita yang tidak diketahui oleh-Nya.

Kamis, 02 April 2009

PELAJARAN AGAMA KATHOLIK di TUBAN

Aku pindah saat kelas V SD ke Tuban karena orang tua perempuan dari Ibuku sakit. Nenekku meminta agar Ibuku merawatnya. Otomatis aku pun harus pindah ke Tuban bersama orang tuaku. Di daerah di mana aku tinggal sebelumnya, aku sekolah di SDK (swasta).

Mulanya Ibuku khawatir dengan pendidikan Agama Katholik di Tuban. Karena aku akan dipindahkan ke sekolah negeri. Ibuku takut kalau pendidikan Agama Katholik di Tuban kurang mendapat perhatian.Wajar saja....., karena itulah hal yang sering terjadi di derah di mana aku tinggal sebelumnya. Jika anak beragama Katholik disekolahkan di sekolah negeri. Mau tidak mau dia harus mengikuti Pelajaran Agama Islam dan walapun ternyata dia bisa mengikuti pelajaran tersebut, nilai dirapornya tetap saja hanya diberi 6. Hal seperti ini banyak terjadi di sana dan terjadi juga pada salah satu teman Ibuku di sana. Maka, akhirnya teman Ibuku memindahkan anaknya ke sekolah Katholik (swasta).

Tetapi apa yang dikhawatirkan oleh Ibuku ternyata tidak terjadi di Tuban. Buktinya, walaupun aku bersekolah negeri dari sejak aku pindah hingga saat ini aku kelas XI SMA I JATIROGO, aku tak pernah mengalami diskrimanasi siswa beragama lain. Di Tuban, khususnya di Jatirogo aku tetap memiliki Guru sendiri untuk mata pelajaran Agama Katholik meskipun aku hanya pemeluk agama lain yang jumlahnya hanya minoritas (katholik) di Tuban. Di SMA I JATIROGO di mana aku bersekolah saat ini, aku hanya satu-satunya siswa yang beragama Katholik, tapi dalam Pelajaran Agama aku selalu mendapat perhatian dari pihak sekolah. Hal tersebut juga sama saat aku masih SD dan SMP di sini. Jumlah siswa beragama Katholik yang sedikit itu karena yang lain telah meneruskan ke jenjang Perguruan Tinggi di kota. Para Guru dan teman-teman juga sangat baik padaku. Kami tidak pernah saling membeda-bedakan dalam hal Agama, karena kami yakin setiap orang berhak memiliki kepercayaan masing-masing.

Aku sangat bangga dan berterima kasih pada Kabupaten Tuban dan pihak-pihak lainnya yang bersangkutan dalam Pelajaran Agama yang memperhatikanku sehingga aku tidak mengalami hambatan dalam Pelajaran Agama. Aku yakin masa depanku dan siswa-siswa lainnya yang memeluk agama lain di Tuban akan menjadi lebih baik karena tidak adanya diskriminasi agama yang dapat merusak generasi penerus bangsa.